Penulis: Rading Sangaji
Secara bahasa minat berarti “kecenderungan
hati yang tinggi terhadap sesuatu.”[1]
Minat merupakan sifat yang relatif menetap pada diri seseorang. Minat besar
sekali pengaruhnya terhadap kegiatan seseorang sebab dengan minat ia akan
melakukan sesuatu yang diminatinya. Sebaliknya tanpa minat seseorang tidak
mungkin melakukan sesuatu.
Sedangkan pengertian minat secara istilah
telah banyak dikemukakan oleh para ahli, di antaranya yang dikemukakan oleh
Hilgard yang dikutip oleh Slameto menyatakan “Interest is persisting tendency
topay attention to end enjoy some activity and content.”[2] Menurut M. Alisuf Sabri Minat adalah
.kecenderungan untukselalu memperhatikan dan mengingat sesuatu secara terus
menerus, minatini erat kaitannya dengan perasaan senang, karena itu dapat
dikatakanminat itu terjadi karena sikap senang kepada sesuatu, orang yang
berminat kepada sesuatu berarti ia sikapnya senang kepada sesuatu[3]
Menurut Muhibbin Syah Minat adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sementara Menurut Ahmad D. Marimba Minat
adalah .kecenderungan jiwa kepada sesuatu, karena kita merasa ada kepentingan
dengan sesuatu itu, pada umumnya disertai dengan perasaan senang akan sesuatu
itu[4]. Menurut Drs. Mahfudh Shalahuddin Minat adalah
.perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan.. Dengan begitu minat, tambah
Mahfudh, sangat menentukan sikap yang menyebabkan seseorang aktif dalam suatu
pekerjaan, atau dengan kata lain, minat dapat menjadi sebab dari suatu kegiatan
Menurut Crow bahwa minat atau interest
bisa berhubungan dengan daya gerak yang mendorong kita untuk cendrung atau
merasa tertarik pada orang, benda, kegiatan, ataupun bisa berupa pengalaman
yang efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri[5].
Sardiman A. M. berpendapat bahwa “minat diartikan sebagai suatu kondisi yang
terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri atau arti sementara situasi yang
dihubungkan dengan keinginan-keinginan atau kebutuhankebutuhannya sendiri.”[6]
Sedangkan menurut I. L. Pasaribu dan Simanjuntak mengartikan minat sebagai
“suatu motif yang menyebabkan individu berhubungan secara aktif dengan sesuatu
yang menariknya.”[7]
Selanjutnya menurut Zakiah Daradjat, dkk.,
mengartikan minat adalah “kecenderungan jiwa yang tetap ke jurusan sesuatu hal
yang berharga bagi orang.”[8]
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli seperti yang dikutip di
atas dapat disimpulkan bahwa, minat adalah kecenderungan seseorang terhadap
obyek atau sesuatu kegiatan yang digemari yang disertai dengan perasaan senang,
adanya perhatian, dan keaktifan berbuat. Menurut Tidjan Minat adalah gejala
psikologis yang menunjukan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek sebab ada
perasaan senang. Dari pengertian tersebut
jelaslah bahwa minat itu
sebagai pemusatan perhatian atau reaksi terhadap suatu obyek seperti benda
tertentu atau situasi tertentu yang
didahului oleh perasaan senang terhadap obyek tersebut. Sedangkan menurut definisi lain, Minat
adalah sebagai sebab yaitu kekuatan pendorong yang memaksa seseorang menaruh
perhatian pada orang situasi atau aktifitas tertentu dan bukan pada yang lain,
atau minat sebagai akibat yaitu pengalaman efektif yang distimular oleh
hadirnya seseorang atau sesuatu obyek, atau karena berpartisipasi dalam suatu
aktifitas.
Siswa
adalah sekelompok orang dengan usia tertentu yang belajar baik secara kelompok atau perorangan. Siswa juga disebut murid atau pelajar. Ketika kita bicara mengenai siswa maka fikiran kita akan tertuju kepada siswa di lingkungan sekolah, baik sekolah dasar maupun menengah. Siswa juga disebut
peserta didik, peserta didik dapat diartikan sebagai anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan
formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu[9]
Di
lingkungan sekolah dasar masalah-masalah yang muncul belum begitu banyak,
tetapi ketika memasuki lingkungan sekolah menengah maka banyak sekali masalah
yang muncul karena anak atau siswa sudah menapaki masa remaja. Siswa sudah
mulai berfikir tentang dirinya, bagaimana keluarganya, teman-temannya,
pergaulannya dan sebagainya. Pada masa
ini seakan mereka menjadi manusia dewasa yang bisa segalanya dan terkadang tidak
memikirkan akibatnya. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh keluarga dan
tentu saja pihak sekolah.
Siswa
sebagai pelanggan terhadap jasa yang diberikan oleh guru juga mempunyai
berbagai harapan yang semestinya didengar dan diakomodir oleh guru sebagai
“penjual” jasa, sehingga apa yang diharapkan oleh siswa tidak akan keluar dari
“zona toleransi” harapannya. Karena siswa adalah konsumen yang mempunyai posisi
tawar yang tinggi.
Jika
kita lihat sekarang ini siswa seakan diposisikan menjadi pribadi yang tidak
merdeka yang dikondisikan untuk mampu mengerjakan soal-soal ujian tanpa tahu
maknanya. Beban belajar siswa sangat tinggi untuk dapat mencapai nilai yang
sudah dipatok untuk kelulusannya. Belum juga tambahanles-les yang dilakukan
untuk mengejar target nilai tersebut. Sehingga akan bisa terjadi kemampuan
pedagogik siswa menjadi kurang seimbang dengan kemampual sisialnya, karena
ketidak proposionalan mereka dalam membagi waktu. Waktu mereka habis untuk di
sekolah dan belajar.
Sehingga
sangat tidak benar jika seorang guru memperlakukan siswanya dengan seenaknya,
menghukum siswa dengan semena-mena, membebani siswa dengan tugas-tugas yang
tidak semestinya. Guru sebagai agen
pembelajaran dituntut untuk mampu menyelenggarakan proses pembelajaran dengan
sebaik-baiknya. Pasal 4 UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menegaskan
bahwa, guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional.[10]
[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990),
h. 583.
[3] M. Alisuf Sabri, Psikologi
Pendidikan, (Jakarta: Pedoman
Ilmu Jaya, 1995), Cet. XI, h. 84
[4] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Alma.arif, 1980), Cet. IV, h. 79
[6] Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar
Mengajar, (Jakarta: CV. Rajawali, 1988), h. 76.
[7] I. L. Pasaribu dan Simanjuntak, Proses Belajar
Mengajar, (Bandung: Tarsito, 1983), h. 52.
[8] Zakiah Daradjat,dkk., Metodik Khusus Pengajaran
Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,1995), Cet.1, h. 133.
[9] Data
diperoleh dari internet, http://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didik#Siswa
[10] Data
diperoleh dari internet,
http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/28/siswa-adalah-raja/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar